Benang Kusut Pemulihan Jankis di Makassar
Abstract
Drug abuse has become one of the major problems in Indonesia, including in South Sulawesi. Many of them are criminalized, but prisons do not provide a deterrent effect, both for drug users and drug dealers because it is no secret, prison is a fertile land for drug trading and drug trafficking. Apart from that, even though the spirit of rehabilitation was strongly proclaimed by the government, drug user were jailed more than rehabilitated, so they were identified as criminals than as victims who need rehabilitation. While the many existing literatures deal with rehabilitation, little (if any) concerns with the dynamics of recovery process. This article fills this gap.
The study was conducted in Makassar, the capital city of South Sulawesi. Thirty-two informants participated in the study, consisting of twenty jankis, five jankis’ mothers and five jankis’wives/girlfriends and an activist. Data was collected using in-depth interview.
The study shows that lack of understanding of the complexity of the problems associated with jankis causes people to easily stigmatize and ignore them. Whereas instead of perceiving jankis as criminals, they are victims of the chain of drug trafficking, unless one is a drug dealer. In a recovery effort, even though medical rehabilitation is important, social rehabilitation is very significant and this involves close relatives, especially women such as mothers/wives/girlfriends. In the recovery process, not only junkis are "sick", but also their close relatives, even though they are expected to be "the main recovery agents". The way they treat jankis in the recovery process actually disrupts the recovery program. In the name of "their concern", women around jankis are carried out in ways that perpetuate the jankis in false recovery, they mutually become “hero” to each other. In addition, women around jankis do various things to "save" jankis from withdrawl which can actually be neglected. As a result, women around jankis become victims, and victimize junkis in the recovery process: they borrow money, are in debt, become prostitute, are prostituted, and become shields for the husband's addiction, all “in the name of love”.
References
Adam, Fadzil. 2011. “Spiritual and Traditional Rehabilitation Modality of Drug Addiction in Malaysia”. International Journal of Humanities and Social Science, Oktober, 1(14): 175-181.
Alhamuddin. 2015. “Merawat Jiwa Menjaga Tradisi: Dzikir Dan Amal Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah Dalam Rehabilitasi Korban NAPZA Sebagai Terapis ala Islam Nusantara”, Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya, Januari-Juni, 12(1): 1-11.
Anthony, W. A. 1993. “Recovery from mental illness: the guiding vision of the mental health service system in the 1990s”, Psychosocial Rehabilitation Journal, 16: 11 –23.
Arifin, T. N. 2013. Implementasi Rehabilitasi Pecandu Narkotika Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Sebagai Upaya Non Penal Badan Narkotika Nasional. Malang: Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya.
Chaer, M. T. 2014. “Terapi Inabah dan Pecandu”, Al-Murabbi, Juli-Desember, 1(1): 60-76.
Darimis. 2010 “Pemulihan Kondisi Remaja Korban Narkoba Melalui Pendekatan Konseling”, Ta’dib, 13(1):68-79.
Dewi, I. C. 2012. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Penyalahguna Narkotika dengan Berlakunya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tesis. Denpasar: Program Studi Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Udayana.
Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI. 2017. Laporan Perkembangan HIV-Aids dan PIMPS di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Ernawati dan Qasim, M. 2018. “Pengaruh Dukungan Keluarga dan Dukungan Konselor Adiksi Terhadap Motivasi untuk Sembuh pada Pecandu Narkoba di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka, Makassar”, Journal of Islamic Nursing, Juli, 3(1):40-46.
Felicia, E. 2015. Kendala dan Upaya Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Gardiner, L. F. 1996. Trust the Process: How to Enhance Recovery and Prevent Relapse. New York: Newjoy Press.
Garey, E. 2010. Dinamika Pemulihan dari Ketergantungan Narkoba Dalam Kaitan dengan Kompetensi Diri. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana.
Handono, A. P.; Sularto; dan Purwoto. 2013. “Kebijakan Non-Penal Dalam Penanggulangan Kejahatan Narkotika”, Diponegoro Law Review, 1(2):1-15.
Huda, A. 2010. Konseling dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Kalasan. Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.
Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI. 2017. Laporan Situasi Perkembangan HIV-Aids dan PIMPS di Indonesia Januari-Maret 2017. Jakarta: Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI.
Gani, H. A. 2015. Rehabilitasi Sebagai Upaya Depenalisasi Bagi Pecandu Narkoba. Skripsi. Malang: Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya.
Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia No. 1305/Menkes/SK/VI/2011 Tentang Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL).
Lestari, P. 2013. Metode Terapi dan Rehabilitasi Korban Napza di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, Socia, September, 10(2):100-107.
Ma’sum, S. 2003. Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat. Jakarta: CV. Mas Agung.
Musrifah. 2003. Studi Tentang Metode Penanganan Korban Penyalahgunaan Narkotika Secara Islami: Telaah Pemikiran Dadang Hawari dan Abah Anom. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga.
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Permenkes Republik Indonesia No. 50 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.
Permenkes Republik Indonesia No. 2415/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahgunaan Korban Penyalahguna Narkotika
Permensos Republik Indonesia No. 26 tahun 2012 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza.
Rasdianah dan Nur, F. 2018. “Efektivitas Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Terhadap Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika”, Jurisprudentie, 5(2):166-187.
Rethink. 2008. A brief introduction to the recovery approach, www.rethink.org/living_with_mental_illness/recovery_and_self_management/recovery, diakses tanggal 15 Mei 2019.
Restiana, N. 2015. Metode Therapeutic Community Bagi Pecandu Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga.
Sarpi, A.M. 2004. Terapi Agama Terhadap Korban Ketergantungan Zat Psikotropika di Pondok Pesantren Al-Islamy Kalibawang Kulonprogo Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.
Sunardi. 2006. Rehabilitasi Eks Pengguna Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra Purwomartani Kalasan Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.
Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA) No. B-601/E/EJP/02/2013 tentang Penempatan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 tentang Penetapan Penyalahguna, dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Sulselsatu.com. 2018. Jumlah Pengguna Narkoba di Sulsel Terus Meningkat, Tembus 133 Ribu Orang, Sulselsatu.com, 12 Juli.
Syah, A. 2000. Inabah Metode Penyadaran Korban Penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainya) di Inabah Pondok Pesantren Suryalaya. Bandung: Wahayana Karya Grafika.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Yunitasari, I. 2018. “Hubungan Dukungan Keluarga dan Self-Efficacy dengan Upaya Pencegahan Relapse pada Penyalahguna Napza Pasca Rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional Provinsi Kalimantan Timur”, Psikoborneo, 6(2):420-434, diakses tanggal 4 April 2019.